METROBEKASI.CO.ID – PT Shell Indonesia secara resmi mengumumkan penjualan seluruh aset stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia kepada konsorsium lokal yang dipimpin oleh Citadel Pacific Limited dan Sefas Group.
Langkah ini menandai berakhirnya bisnis ritel bahan bakar Shell di tanah air dan sejalan dengan strategi global perusahaan untuk transisi energi.
Pengumuman ini datang setelah spekulasi pasar yang beredar sejak tahun 2024, yang diperkuat dengan penutupan beberapa SPBU Shell secara bertahap di sejumlah wilayah.
Pada Mei 2025, Shell mengkonfirmasi rencana divestasi ini, meskipun sebelumnya pada November 2024 sempat membantah isu penutupan massal.
Divestasi ini mencakup sekitar 200 SPBU Shell di seluruh Indonesia, termasuk 160 lokasi yang dimiliki dan dioperasikan langsung oleh perusahaan. Penjualan aset tersebut, yang diperkirakan rampung tahun depan, dilakukan sebagai bagian dari strategi global Shell untuk merampingkan bisnis hilirnya.
Keterangan Resmi dan Dampak Operasional
Menurut Direktur Pelaksana Mobilitas Shell Indonesia, Ingrid Siburian, operasional SPBU saat ini masih berlanjut, tetapi mengalami beberapa penyesuaian.
Sejak pertengahan Agustus 2025, ketersediaan pasokan bahan bakar di beberapa SPBU Shell terganggu akibat kelangkaan, yang menyebabkan perubahan jam operasional dan penyesuaian tugas karyawan.
Meski begitu, layanan lain seperti toko swalayan Shell Select, pengisian daya kendaraan listrik Shell Recharge, bengkel, dan produk pelumas tetap tersedia.
Pihak manajemen Shell juga memastikan bahwa penutupan ini bukan berarti seluruh layanan berhenti total, melainkan pengalihan kepemilikan.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, sebelumnya menekankan bahwa penjualan ini adalah transaksi korporasi biasa dan bukan indikasi memburuknya iklim investasi.
Alasan di Balik Keputusan Divestasi
Dalam laporan Energy Transition Strategy 2024, Shell menyatakan akan mengurangi emisi karbon dan lebih fokus pada bisnis hulu yang dianggap lebih menguntungkan.
Secara global, Shell memang berencana menutup sekitar 1.000 SPBU hingga tahun 2025, sebagai bagian dari transisi ke energi yang lebih rendah emisi.
Beberapa analis juga menyebut bahwa persaingan ketat dengan pemain lokal dan dinamika pasar ritel bahan bakar di Indonesia menjadi salah satu faktor penentu.
Tanggapan dari Regulator dan Pihak Terkait
Pemerintah melalui Kementerian ESDM memastikan pasokan bahan bakar untuk SPBU swasta, termasuk Shell, tetap aman di tengah transisi ini.
Para karyawan Shell yang terkena dampak juga menjadi perhatian, dengan Menteri ESDM meminta agar pihak perusahaan menghindari PHK akibat kelangkaan bahan bakar yang sempat terjadi.
Dengan beralihnya bisnis ritel bahan bakar Shell ke konsorsium lokal, diharapkan kelancaran pasokan dan layanan kepada konsumen dapat terjaga di bawah manajemen baru. Fokus Shell ke depan akan lebih kepada bisnis hulu, sejalan dengan visi globalnya untuk transisi energi.***
Artikel ini tayang dari berbagai sumber*