BEKASI UTARA – Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, kembali turun ke lapangan untuk memastikan ratusan bangunan liar alias Bangli di atas saluran milik Perum Jasa Tirta (PJT) di kawasan Wisma Asri, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara benar-benar “angkat kaki” dari lahan yang bukan haknya.
Sekitar 300 bangunan permanen warga yang sudah lama berdiri di atas saluran air kini satu per satu diratakan. Tapi jangan salah, ini bukan operasi tiba-tiba. Pemerintah menyebut langkah ini bagian dari strategi jangka panjang membangun kota yang lebih rapi dari tali sepatu ASN di apel pagi.
“Penertiban ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mengembalikan fungsi saluran sebagaimana mestinya. Kalau air saja sudah nggak bisa lewat, bagaimana rezeki mau lancar?” ujar Tri dengan nada separuh serius, separuh satire.
Tri menjelaskan, normalisasi saluran air bukan cuma soal estetika kota. Setelah bangunan liar dibongkar, kawasan itu akan disulap menjadi jalur infrastruktur baru lengkap dengan jalan lebar 8 meter yang cukup dilewati Bus Trans Patriot, bukan cuma motor tetangga yang nyasar.
“Dengan jalur ini, transportasi umum bisa masuk ke kawasan padat penduduk. Biaya perjalanan warga jadi lebih hemat, dan Bekasi bisa makin terhubung ke LRT, stasiun kereta, dan… mungkin nanti langsung ke hati warga juga,” seloroh Tri disambut tawa petugas di lokasi.
Rencana besar ini disebut-sebut mendapat dukungan anggaran dari Pemprov Jawa Barat, meski pemerintah daerah mengaku masih harus mencicil penyelesaian sesuai kemampuan keuangan daerah. “Pembangunan di Bekasi itu seperti kredit rumah berangsur tapi pasti jadi,” kata seorang pejabat di lokasi, menahan senyum.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Kota Bekasi, Idi Susanto, mengaku selama ini bangunan liar di atas saluran menjadi biang keladi masalah klasik: sampah menumpuk, air mampet, banjir datang, warga ngeluh, media nulis.
“Padahal solusi paling murah adalah membiarkan air mengalir di jalurnya, bukan mengontrak rumah di atasnya,” ujarnya.
Meski sebagian bangunan sudah berdiri sejak zaman pager masih kayu, pemerintah tetap menegaskan bahwa keberadaannya tidak sesuai peruntukan. Penertiban dilakukan dengan pendekatan persuasif atau dalam bahasa lapangan, “dibongkar dengan hati-hati tapi tetap dibongkar.”
Dengan selesainya tahap awal penertiban ini, kawasan Wisma Asri diharapkan bisa berubah dari lorong kumuh penuh bangunan liar menjadi koridor air dan transportasi modern. Air mengalir, bus melaju, dan mungkin untuk pertama kalinya Bekasi punya saluran air yang bukan cuma jadi saksi banjir tahunan.***