Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
JURNAL WARGAPERISTIWA

Kali Pekat, Pengembang Harapan Indah Acuh, Pemerintah Kota Bekasi Ikutan Abai

0
×

Kali Pekat, Pengembang Harapan Indah Acuh, Pemerintah Kota Bekasi Ikutan Abai

Sebarkan artikel ini
FKRW Medansatria
Forum RW Kelurahan Medansatria miris dengan situasi kali di Harapan Indah Bekasi.

Kali ini dulu bersahabat. Airnya jernih, mengalir deras, menjadi saksi bisu tawa canda anak-anak yang bermain di tepiannya. Kini, kali itu hanya menyisakan cerita. Ia sekarat, dan napasnya sesak oleh sampah dan bangunan yang menjepit tubuhnya. Di Harapan Indah, sebuah kawasan megah di Bekasi, harapan warga justru memudar bersama keruhnya air kali.

MEDANSATRIA – Dahulu, kali di wilayah RW 09 Kelurahan Medansatria, Kecamatan Medansatria, Kota Bekasi, yang menjadi penghubung dengan wilayah Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, lebarnya mencapai delapan meter. Kini? Jangankan perahu, aliran air saja kesulitan lewat. Suhanda, yang kini menjabat Ketua RW 09, hanya bisa memandang prihatin. Di matanya, kali yang dulu hidup kini seperti kali mati.

“Kali ini semakin menyempit dan dangkal. Sampah menumpuk, dan airnya… airnya sudah hitam pekat,” ucapnya penuh kesedihan.

Example 300x600

Terjepit Bangunan dan Ketidakpedulian

Penyakit kali ini bernama ketidakpedulian, yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk bangunan liar. Berjajar di sepanjang bantaran, bangunan-bangunan itu tumbuh subur bak jamur di musim hujan, berkedok usaha.

Ironisnya, pihak yang seharusnya peduli, baik pengembang kawasan maupun pemerintah, justru seolah membiarkannya.

Suhanda menduga, bangunan-bangunan itu tumbuh tanpa izin. Ditambah lagi, para pemilik usaha dan pengembang membangun jembatan-jembatan baru. Jembatan-jembatan ini tampak asal-asalan, ketinggiannya hampir sejajar dengan permukaan air, menjadi perangkap maut saat musim hujan tiba.

“Jembatan itu menghambat aliran air, sampah menumpuk di sana. Setiap hujan deras, pasti banjir,” keluh Suhanda, menggambarkan derita yang tak berkesudahan.

Banjir, Air Hitam, dan Bau Tak Sedap

Banjir bukan lagi bencana langka di lingkungan RW 09. Ia menjadi tamu langganan, datang membawa air kotor yang menjijikkan. Air hitam pekat yang menggenang, berbau tak sedap, membawa serta penyakit dan penderitaan.

Anak-anak dilarang bermain, orang dewasa was-was dengan barang-barang berharganya. Banjir bukan lagi sekadar genangan, tapi ancaman yang nyata.

Warga merasakan betul, kali yang kotor ini adalah cermin dari masalah yang jauh lebih dalam. Sebuah masalah tentang siapa yang berhak atas ruang publik, tentang siapa yang bertanggung jawab menjaga lingkungan, dan tentang seberapa jauh pembangunan mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

Harapan yang Semakin Menipis

Di tengah semua kepedihan ini, warga RW 09 tidak menyerah. Mereka terus bersuara, berharap keluhan mereka sampai ke telinga yang berwenang. Mereka ingin kali itu kembali sehat, airnya mengalir lancar, dan banjir tak lagi datang menghantui. Mereka merindukan kembali kali yang dulu bersahabat.

Namun, harapan itu kini menipis. Sampai kapan kali ini akan terus sekarat? Sampai kapan warga harus hidup dalam ketakutan akan banjir? Pertanyaan-pertanyaan itu mengambang, sama seperti sampah-sampah yang menumpuk di bawah jembatan, menunggu jawaban yang entah kapan datangnya.

Di bawah langit Bekasi yang mendung, kali di Harapan Indah terus meneteskan air matanya, air mata yang hitam pekat dan berbau duka.***