BANTAR GEBANG – Melalui inisiatif Ketua RW 02, Sumur Batu, Bantargebang, Kota Bekasi Icang, Bank Sampah resmi dibentuk sebagai langkah nyata menuju lingkungan yang bersih, sehat, dan siapa sangka bernilai ekonomis.
Kekinian jika biasanya warga antre di bank untuk menabung uang, kini warga RW 02 Kelurahan Sumur Batu antre menabung sampah.
Meskipun pembentukan pengurus bank sampah baru dilakukan, namun mendapat dukungan antusias warga yang dihadiri para ketua RT dan tokoh masyarakat.
Di sana, Icang tampil bukan seperti pejabat yang membaca teks sambutan, tapi lebih seperti motivator yang sedang “menggugah kesadaran ekologis rakyat kecil”.
“Bank sampah ini bukan cuma soal memilah dan menimbang sampah. Ini soal cara pandang kita terhadap bumi—dan juga terhadap isi dompet,” ujar Icang sambil disambut tawa para warga.
Dalam rapat itu dibentuk struktur pengurus lengkap: mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, hingga seksi operasional yang bertugas menimbang, mencatat, dan menyalurkan hasil penjualan sampah ke pengepul.
Mekanismenya mirip bank sungguhan nasabah menabung plastik, bukan deposito, menimbang botol, bukan saldo.
Setiap nasabah nantinya memiliki buku tabungan. Bukan untuk melihat bunga bank, tapi “bunga plastik” dari hasil jualan daur ulang. Jenis sampah bernilai seperti botol air mineral, kertas koran, dan logam bekas akan dikonversi menjadi saldo rupiah.
“Dengan sistem ini, warga dapat dua keuntungan. Lingkungan jadi bersih, kantong pun nggak kosong,” ujar Icang, separuh bercanda, separuh serius.
Langkah RW 02 ini disebut-sebut sebagai terobosan kecil tapi berdampak besar. Di wilayah yang kerap jadi sorotan karena tumpukan sampah, warganya justru melawan stigma dengan menjadikan sampah sebagai sumber ekonomi mikro.
“Dulu sampah bikin pusing, sekarang malah bisa jadi penghasilan. Siapa tahu nanti bisa bikin KUR Kredit Usaha Rongsok,” seloroh salah satu warga yang disambut gelak tawa.
Inisiatif ini diharapkan menjadi contoh bagi RW lain di Bantargebang. Sebab di tengah tumpukan masalah lingkungan, RW 02 menunjukkan bahwa solusi bisa dimulai dari hal paling sederhana, memungut sampah sendiri dan menabungnya bukan menunggu bantuan turun dari langit atau dari APBD.
Karena, seperti kata Icang, “Di RW 02, yang dibuang bukan sampahnya tapi kebiasaan malasnya.”***